Kecelakaan itu Membuat Dia Gagal Masuk Akabri

sugeng kaki palsu

Siang itu, pada tahun 1981 dengan motor pinjaman dari bibinya, Sugeng melajukan kuda besinya menuju sekolahnya. Waktu itu Sugeng masih duduk di kelas II SMA Taruna Nusa Harapan Kota Mojokerto. Di punggungnya ada gitar yang akan digunakan untuk berlatih musik bersama kawan-kawannya.

“Mau latihan ngeband untuk pentas apresiasi seni sekolah,” kata laki-laki yang piawai memetik gitar tersebut.
Di tengah perjalanan menuju sekolah, tiba-tiba hujan turun yang membuat Sugeng harus menepikan motornya. Ia tidak membawa jas hujan. Ia berteduh di bawah pohon besar menunggu hujan redah. Sekitar setengah jam menunggu hujan redah, Sugeng kembali menaiki motornya menuju sekolahnya. Gerimis masih turun dan jalanan basah sehingga licin dan perlu kehati-hatian untuk melaju di jalanan beraspal itu. .

Tapi naas, meski sudah berhati-hati dan tidak melajukan motornya dengan kecepatan tinggi, di tengah perjalanan, motor yang dikendarai Sugeng bertabrakan dengan truk di Jalan Bay Pass Mojokerto. Menurut Sugeng lebih tepatnya dia yang ditabrak, bukan tabrakan, sebab truk yang melaju dari arah kiri itu tiba-tiba berbelok ke arah kanan sehingga menabraknya.

Kejadiannya itu menurut Sugeng cepat sekali sehingga ia tidak bisa menghindarinya. Usai ditabrak, Sugeng sebenarnya masih sadarkan diri. Orang-orang yang berada di sekitar lokasi kecelakaan berusaha menolongnya. Sugeng masih bisa mencoba bangun dan mengatasi apa yang menimpanya. Tapi, beberapa bagian tubuhnya rasanya sakit sekali. Sampai akhirnya ia pingsan dan tidak ingat lagi dengan apa yang terjadi selanjutnya. Berjam-jam lamanya Sugeng tidak sadarkan diri.

Bangun dari pingsannya, Sugeng merasa berada di tempat yang aneh. Bau obat-obatan menyeruak menusuk hidungnya. Beberapa bagian tubuhnya dibalut perban dan di sebelah tangannya terlilit selang kecil yang mengalirkan cairan ke tubuhnya. Ada rasa ngilu bercampur nyeri di seluruh bagian tubuhnya. Dan, yang paling sakit adalah di salah satu kakinya.

Dan, hal yang lebih menyakitkan lagi adalah setelah Sugeng tahu jika kaki kanannya telah terputus. “Bangun-bangun sebelah kaki sudah putus. Saya waktu itu sampai meneteskan air mata dan perasaan saya rasanya sedih sekali,” ucap Sugeng mengenang kecelakaan yang terjadi pada 25 Januari 1981.

Diamputasinya kaki kanan Sugeng tanpa sepengetahuan dan persetujuan Sugeng sendiri. Dokter dan orangtuanya memutuskan memilih jalan tersebut sebab kaki kanannya dinilai tidak bisa diperbaiki lagi. Kerusakan tulang-tulangnya terlampau parah dan kalau tidak diputuskan segera untuk diamputasi dikhawatirkan akan terjadi pembusukan yang lebih parah.
Sugeng mengakui bahwa kehilangan satu kaki sempat membuatnya khawatir tidak bisa melakukan aktivitas seperti orang normal. Selama beberapa bulan, ia terpaksa mengunakan kruk untuk menopang gerakan tubuhnya sampai akhirnya Sugeng mandapatkan kaki palsu sebagai pengganti kaki aslinya.

Dengan hanya memiliki sebelah kaki, cita-cita Sugeng terpaksa harus kandas untuk mengikuti tes akademi militer. “Padahal saya inginnya meneruskan cita-cita Bapak untuk menjadi tentara,” tutur anak ketiga dari pasangan (alm) Letda Gunadi dan Siti Romlah ini.

Kaki palsu seharga Rp 1 juta itu didapat Sugeng setelah orang tuanya menjual sebidang tanah pekarangan di belakang rumahnya. Dengan kaki palsunya itulah Sugeng melakukan aktivitas sampai lulus SMA. Teman-teman sekolahnya menurutnya sangat menyayanginya. Sugeng sering diajak jalan-jalan tanpa melihat kekurangannya. Hampir seluruh tempat-tempat wisata di Mojokerto pernah dikunjungi Sugeng dan kawan-kawannya yang sering menghiburnya.

Setelah putus dengan kawan-kawan sekolah karena harus menempuh jalan masing-masing, Sugeng sempat mencicipi kenakalan sebagai anak jalanan. Di jalanan Sugeng melampiaskan kegelisahannya. Meski kakinya tidak normal, tapi sepak terjang kenakalan Sugeng melebihi anak remaja yang normal. Sugeng cukup disegani.

“Saya tidak tahu pasti, apakah mereka benar-benar takut pada saya atau mereka mengalah sebab melihat kondisi fisik saya yang cacat,” ujarnya.

Sayangnya, kaki palsu yang dikenakan Sugeng hanya bertahan sekitar enam tahun. Ketika kaki pertamanya rusak, tidak ada lagi tanah yang bisa dijual. “Waktu itu rasanya mangkel (marah), mau kemana-mana tidak bisa,” ingatnya.

Keterbatasan dana untuk membeli kaki palsu yang baru terpaksa membuat sanak saudara Sugeng harus patungan. Kaki palsu baru itu seharga Rp 2,5 juta, yang pada waktu itu setara dengan sepeda motor terbaru dengan merk terkenal. Tapi, kaki palsu yang ke dua ini pun tidak bisa bertahan lama, kemudian rusak lagi.

Ide membuat kaki palsu muncul ketika bapak dari Makhfiarisa Kurniawati, Wina Tilamtana Disumirta Yuda (alm), Edwin Hersetyawati dan Nita Oktavirani Yuda melihat kaki palsu ke dua, hadiah dari saudaranya mulai rusak pada 1995-an.

“Mau beli lagi tidak punya duit, harganya mahal sekali, pada waktu itu harga satu kaki palsu sudah mencapai 3-4 juta,” kenangnya.

Lantaran tidak ingin terus menerus menjadi beban saudara, Sugeng ingin menunjukkan jika ia sebenarnya mampu mengatasi persoalannya sendiri. Dengan segala resikonya, Sugeng berniat membongkar satu-satunya kaki palsu yang dimilikinya. Tapi, maksud hati ingin mempelajari anatomi kaki palsunya, namun tindakan itu malah ditentang kakak-kakaknya.
“Sempat dimarahi. Harganya mahal kalau tidak bisa memasang dan rusak berarti saya tidak punya kaki lagi,” kenangnya.

Tapi Sugeng berani mengambil resiko itu. Diam-diam ia membongkar kaki palsunya. Selama tiga minggu ia bereksperimen membuat kaki palsu dengan menggunakan besi sebagai pengganti tulang yang ditutupi dengan spon, telapak kaki dibuat dari kayu. Uang Rp 150 ribu hasil jeri payahnya sebagai penjual susu digunakan untuk mewujudkan kaki palsu idamannya .

Sugeng pun berhasil pada eksperimen pertamanya, tapi lantaran merasakan tidak nyaman mendapati kakinya yang basah ketika terkena air hujan dan merasakan berat, ia pun kembali berinovasi membuat kaki barunya. Kali ini tidak dari besi, tapi mengunakan fiber. “Saya uji coba di kaki saya dulu,” ujar Sugeng sambil tertawa.

Beberapa kali hasil karyanya harus dibongkar lantaran masih merasa tidak nyaman. Sampai akhirnya ia pun menemukan konstruksi seperti yang diidamkan.

Yakin dengan kaki karyanya bisa bermanfaat bagi sesama penyandang cacat, Sugeng mulai menawarkan kaki buatannya kepada mereka yang membutuhkannya. Namun tawaran itu tidak serta merta mendapatkan sambutan baik, ada dugaan ini lantaran kaki palsu buatan Sugeng dianggap terlalu murah dan tidak aman bagi penggunanya.

“Awalnya baru 3 orang yang mau saya buatkan kaki palsu, itu pun ongkosnya hanya mengganti bahannya,” terangnya. Mereka tidak datang ke rumah Sugeng, tapi justru Sugeng yang mendatangi rumah para penyandang disabilitas itu.

Sugeng mengakui bahwa sebelum media massa memberitakan tentang kaki palsunya, terutama di acara Kick Andy, kiprahnya di dunia pembuatan kaki palsu tidak terlalu terkenal. Tapi, karena memang niatnya tulus ingin membantu sesama dengan kaki palsu buatannya, ia pun akhirnya menemukan jalannya dipertemukan dengan orang-orang yang sangat membantu dalam mengenalkan dan mengembangkan kaki palsunya. (naskah dan foto : rudi ganis)

Post Comment