Kehilangan Kedua Kaki, Beberapa Kali Usaha Bangkrut, Kemudian Bangkit Kembali

Kehilangan Kedua Kaki, Beberapa Kali Usaha Bangkrut, Kemudian Bangkit Kembali

Namanya Suwoto. Namun, ia lebih suka dipanggil dengan sebutan Mbah To. Di facebooknya pun ia memakai nama Mbah To. Ia tinggal tak jauh dari Bandara Udara Juanda, Sidoarjo dan saat ini sedang menjalani usaha warkop.

Saat bertemu di Markaz Komendan Sugeng, tongkrongan Mbah To cukup keren. Ia mengendarai motor besar keluaran terbaru, yang harganya boleh dibilang cukup mahal. “Saya memilih motor ini karena enak dan pas untuk orang seperti saya yang memakai dua kaki palsu, kaki bisa selonjor,” ungkapnya.

Sebelum kecelakaan yang merenggut kedua kakinya, Mbah To mengaku punya usaha rental mobil pada 1997-2004. Usahanya boleh dibilang cukup berkembang dengan pesan. Hingga dalam perjalanannya, mendapatkan kontrak dari sebuah PT yang prodoksi alat-alat rumah tangga, yang mana Mbah To terlibat di bagian pengiriman yang wilayahnya mencapai seluruh Pulau Jawa, Lombok, Palembang, hingga Sulawesi.

Pada 2004, ketika dalam pengiriman barang ke Sumatra, terjadilah kecelakaan itu, tepatnya terjadi di Prabumulih. Kendaraan yang dikendarai Mbah To adu banteng dengan truk yang menyebakan kedua kakinya terluka parah. Waktu itu sebenarnya hanya kaki kiri yang diamputasi, namun kaki kanan yang telapak kakinya remuk membusuk, hingga akhirnya juga ikut diamputasi.

Sebulan setelah diamputasi, Mbah To pulang paksa ke Jawa karena istri harus kerja. Akhirnya diputuskan untuk booking 6 kursi pesawat, supayan ia bisa tidur terlentang. Sampai di Jawa, Mbah To mengaku bingung. Harta bendanya ludes terjual untuk biaya berobat. Ia mau usaha, namun usaha apa dengan keadaan kedua kaki yang sudah tidak ada lagi.

Anak yang masih berusia 7 bulan dan yang besar masih sekolah makin membuat pusing Mbah To. Di tengah kebingungan usaha itulah seorang teman mengajaknya usaha krupuk, yang Mbah To kebagian produksi. Namun, usaha ini tidak lama dan bangkrut karena bertepatan dengan BBM yang naik 100 persen.

Begitu tidak ada usaha, Mbah To inisiatif mendirikan rental PS. Semenjak itulah ekonominya mulai bangkit sampai punya 5 unit PS. Bahkan ia pun ditawari untuk membeli rumah, yang akhirnya dengan susah payah dibeli meski harus hutang ke sana kemari dan menjual PS-nya.

PS terjual, Mbah To mulai usaha lagi jualan nasi goreng. Selama 1 tahun jualan nasi goreng berjalan lancar, namun urusan rumah terjadi masalah hingga akhirnya Mbah To dapat ganti rugi dua kali lipat harga belinya yang kemudian dibelikan tanah dan ditempati Mbah To hingga sekarang ini. Di tempatnya yang ini, Mbah To mengaku warkopnya berjalan baik hingga bisa memondokkan salah satu anaknya di pesantren Tebu Ireng, Jombang.

“Ya, disyukuri saja, Mas,” ungkap Mbah To lirih, yang siang itu datang ke Markaz Komendan Sugeng di Kauman Gang III, Mojosari, Mojokerto, untuk memperbaiki kaki palsunya yang sedikit mengalami kerusakan. (naskah dan foto rudianto ganis)

Post Comment