Sugeng memang gagal menjadi seorang tentara, tapi jiwanya seperti seorang tentara. Setelah mengalami berbagai cobaan, ia justru bisa menjadi seseorang yang sukses di bidang yang dianggapnya sebagai hobinya. Sugeng menjadi orang yang mandiri, disiplin, dan tegas terhadap anak buahnya serta tegas dalam mengambil keputusan.
Sugeng boleh tidak menjadi seorang tentara, tapi prinsip dan kehidupan sebagai prajurit seperti sudah mendarah daging dalam dirinya. Jaket doreng selalu dikenakan, panggilan komendan selalu diucapkan oleh siapa saja yang menemuinya. Ucapan siap dan mohon ijin juga selalu terdengar setiap kali Sugeng berbicara dengan anak buahnya atau orang lain. Sugeng melihat sikap tentara yang jujur, disiplin, dan tegas pada diri orangtuanya sendiri, Gunadi. Karena itu, sejak SMU ia sudah suka menggunakan atribut yang berhubungan dengan tentara, salah satunya adalah jaket.
“Jaket doreng, panggilan komendan, sersan dan kopral serta yang lain-lain, bukan untuk gaya-gayaan. Ini bagian dari disiplin, ini merupakan bagian dari identitas diri, identitas yang mudah diingat dan dikenal orang itu penting, dalam bahasa kerennya kayak brand yang bisa mengambarkan ciri khas suatu lembaga, usaha atau lain-lain supaya dikenal orang banyak,” jelasnya.
Selain memiliki prinsip hidup yang disiplin layaknya tentara, Sugeng memiliki prinsip bahwa hidup harus dijalani dengan jujur, sabar dan ikhlas. Soal jujur, misalnya, Sugeng hanya meminta ganti pembelian bahan-bahan sebuah kaki palsu, sedang ongkos pembuatannya diserahkan pada pemesannya.
Saat menjual susu segar Sugeng juga tidak pernah mencampur dengan air dan lain sebagainya agar keuntungannya lebih besar lagi. Selain prinsip hidup, Sugeng memiliki komitmen lain yaitu, tidak ada ketergantungan, tidak ada pembodohan, tidak ada KKN, dan peduli terhadap masyarakat yang kurang beruntung hidupnya.
Tidak ingin bergantung pada orang lain menurut Sugeng harus berlaku pada semua orang, tidak hanya mereka yang sehat, tapi mereka yang mempunyai kekurangan anggota tubuh, mereka harus bisa mandiri, tidak minta dikasihani, atau tergantung pada bantuan orang lain.
“Saya pernah merasakan bagaimana awal-awal mengalami kekurangan anggota tubuh, saya ingin membagikan pengalaman yang pernah saya alami barangkali bisa membantu yang lain. Membuatkan kaki palsu orang yang membutuhkan itu hanya salah satu cara agar mereka bangkit,” pungkasnya.
naskah dan foto : rudianto ganis