Tiga bulan menjelang UN, pada 2009, kecelakaan di jalan raya itu menimpa Meitia Ekatina. Tia mengalami patah tulang di sebelah kakinya. Tia dan keluarga pada waktu itu menganggap hanya sebagai kecelakaan patah tulang biasa, yang bisa disembuhkan setelah mendapatkan penanganan yang baik dan benar.
Tia dilarikan ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan. Oleh dokter yang menanggani untuk pertama kalinya, kaki Tia yang patah diagnosa ada pembulu darah yang putus dan harus dilakukan operasi. Tia dan keluarga pun menurut saja pada dokter yang memeriksa pertama tersebut.
Operasi pun dilakukan dan selesai. Namun, besoknya pasca operasi, Tia demam tinggi. Tia mengalami panas hingga beberapa hari. Yang mengejutkan, di bekas luka operasi terjadi pembekakkan dan mulai bernanah. Selama 3 bulan, Tia tidak bisa berbuat apa-apa selain merenungi nasibnya.
Tia oleh keluarganya kemudian pindah dokter. Setelah ditangani dokter yang kedua inilah mulai ada kemajuan. Namun, Tia dan keluarga dihadapkan pada dua pilihan. Sebab, penanganannya sudah terlambat, untuk bisa memulihkan kulit, pembuluh, darah dan lain-lain itu. Dua pilihan itu adalah harus dilakukan transpalansi yang biayanya mahal sekali dan itu pun tingkat keberhasilannya kecil.
Opsi atau pilihan kedua, kaki yang terluka dan membusuk itu dilakukan amputasi. Setelah menimbang, dan berunding matang-matang dengan keluarga. Pilihan yang kedua yang akhirnya diambil Tia dan keluarganya.
Awal kehilangan sebelah kakinya, Tia mengaku drop dan putus asa. Namun, berkat ibu, bapak, dan adiknya yang terus memberinya suport ia akhirnya mulai bangkit dan percaya diri terhadap kekurangannya.
“Ibu selalu bilang, Allah kasih cobaan pasti nanti akan dikasih hikmah. Kalau kakak dikasih cobaan, pasti ada kelebihan yang diberikan kepada kakak,” ucap Tia menirukan ibunya.
Tia makin percaya diri. Pada 2010, dibantu Pemda setempat, ia mendapatkan kaki palsu di Solo, Jawa Tengah yang harganya mahal. Kaki itu hanya bertahan hingga 2 tahun dan pada 2012, Tia diberitahu temannya, ada acara Kick Andy di Jambi yang mengadakan program kaki palsu gratis. Tia pun berangkat dan mengejarnya ke Kota Jambi, namun terlambat.
Meski begitu, Tia mengaku sempat bertemu dengan Sugeng Kaki Palsu. Dari pertemuan yang singkat itu, Tia terkesan dengan sikap dan tutur kata Sugeng Kaki Palsu. Bersama ibunya, Tia pun memutuskan menyusul Sugeng ke Mojosari, Mojokerto. “Pak Sugeng dan keluarganya baik sekali, kami diperlakukan seperti keluarga sendiri. Saya pun mendapatkan kaki palsu gratis,” ucap Tia.
Dengan keterbatasan fisiknya, Tia tidak mau menyerah terhadap pendidikannya. Pada 2018 awal, usai menikah, ia pun berangkat ke Australia untuk study S2. Ia mengambil 2 jurusan sekaligus,TESOL dan Spesialis Education, yaitu pengajaran Bahasa Inggris dan pendidikan untuk anak-anak berkebutuhan khusus. Kebahagiaan Tia semakin lengkap, setelah pada Agustus 2018 suaminya juga ikut tinggal di Australia.
Selasa (18/12/2018), lalu, Tia berkesempatan mampir di Markas Komendan Kaki Palsu, yang ada di Kauman, Mojosari, Mojokerto. Selama beberapa hari ia tinggal di situ dan sempat jalan-jalan menikmati suasana Mojokerto. ## (naskah dan foto rudiantoganis)