Niat Rini untuk mencintai Sugeng sempat tidak mendapat restu dari kedua orangtuanya dan saudara-saudaranya. ”Mereka meragukan Mas Sugeng akan bisa bekerja layaknya orang pada umumnya. Mereka juga kuatir jika menikah dengan Mas Sugeng, ia tidak bisa memenuhi kebutuhan hidup kami,” ujar Masmirah Puspito Rini, wanita yang diakui Sugeng sangat besar pengaruhnya dalam kehidupannya.
Tapi larangan itu tidak dihiraukan Rini yang waktu itu masih kelas II SMA. “Saya kepikiran, siapa yang memperhatikan kondisi Mas Sugeng yang seperti itu,” ujar Rini.
Demi cintanya pada Sugeng, Rini harus rela berpisah dangan keluarganya. Kedua orangtuanya bertransmigrasi ke Papua. Lantaran tidak lagi punya saudara di Mojokerto, Rini akhirnya diasuh Ibunda Sugeng.
Mereka dinikahkan setelah Rini tamat SMA pada 1984. Rini pun semakin bersemangat bahwa pilihan hidupnya tidak salah. “Ya kita buktikan saja pada orang-orang yang tidak setuju,” tambah Rini suatu saat seraya memandang Sugeng yang duduk di sebelahnya.
Rini mengaku tidak pernah menyesal menikah dengan Sugeng. Rini mengenal sangat baik prilaku Sugeng. Lantaran masih satu kampung, ia bahkan memahami watak keras Sugeng yang sesungguhnya lembut hatinya. Kelembutan hati Sugeng bisa dilihat dari kebiasaannya yang tidak meminta ongkos pembuatan kaki palsu. Lebih-lebih pada mereka yang membutuhkan dan tidak mampu untuk membelinya.
Setelah menikah, pasangan ini memiliki empat momongan yang cantik-cantik. Dua di antaranya adalah anak kandungnya sendiri, sedang yang keduanya lagi adalah anak angkat dari saudara-saudaranya. Sugeng dan istrinya tak pernah membeda-bedakan soal anak kandungnya sendiri atau anak angkatnya.
Saking baiknya kedua pasangan ini memperlakukan keempat putrinya, banyak orang yang mengira jika mereka semua adalah anak kandung Sugeng dan Rini. Putri sulung mereka bernama Makhfyah Risa Kurniawati yang lahir pada 1984. Si sulung yang pernah menjadi manajer bagi Sugeng ini sekarang telah mengikuti suaminya yang berada di Tangerang.
Putri kedua adalah almarhum Wina Tilamtara Disumirta Yudha, yang lahir pada 1988. Putri kedua ini telah meninggal dalam suatu kecelakaan pada 4 Agustus 2007. Putri ketiga bernama Endwien Harsetiawati yang lahir pada 1988, dan saat ini berada di Jakarta dan telah bekerja di Sido Muncul.
Yang terakhir adalah Nita Oktaviani Yudha yang saat ini telah menamatkan pendidikannya di sebuah perguruan tinggi di Kota Malang. Ia lebih memilih tinggal bersama kedua orangtuanya di Mojokerto.
Dalam membantu pasiennya, Sugeng juga tidak pernah membeda-bedakan berdasarkan status sosial, kaya-miskin, ras, suku bangsa, agama, atau golongan tertentu. Hanya saja mengenai biaya pembuatan kaki palsunya, ia beberapa kali mendapatkan protes dari istrinya. “Saya cuma ingin dia menghargai pekerjanya,” ujar wanita berkulit langsat ini.
Tak jarang Rini marah lantaran ketika Sugeng pulang dari tempat yang jauh untuk urusan kaki palsu, ia tidak membawa uang untuk keluarganya. Bahkan, uang jatah bulanan habis untuk biaya perjalanan. Tapi semua uneg-uneg itu hanya dipendam Rini dan sesekali disampaikan pada saudaranya Sugeng.
“Ya, kalau yang pesan orang nggak mampu kadang saya ya cuma dikasih Rp 50 ribu bahkan dibayar hanya dengan satu bungkus rokok kretek juga pernah. Tapi ya nggak apa-apa, wong niatnya membantu. Kalau istri marah, ya, biarkan saja, wajar,” ucap Sugeng mengenang masa-masa itu.
Kebiasaan seperti itu tidak sekali saja dilakukan Sugeng, tapi sudah sampai berkali-kali. Protes istrinya terkadang tidak pernah dihiraukannya. Untuk menjaga profesionalisme kerja, urusan keuangan lalu diserahkan pada sekretarisnya, mulai dari anak sulungnya Risa, Ayu yang merupakan pasiennya, sampai akhirnya berpindah ke Yeti sampai saat ini.
“Keputusan Sugeng mengunakan manajemen yang baik, bukan untuk mencari keuntungan. Ini semata-mata supaya keuangan yayasan bisa berjalan dengan baik dan seimbang antara pengeluaran dan pendapatannya,” jelas Sugeng.
Kini, Rini merasa bersyukur lantaran semua pasien yang pernah dibuatkan kaki palsu akhirnya cukup akrab tidak hanya dengan Sugeng, tapi juga dengan keluarganya. Bahkan, ketika keluarga Sugeng kehilangan putri keduanya karena kecelakaan di jalan raya, mereka pun memberikan dukungan moral yang luar biasa. Hal itulah yang lalu membuat Sugeng tersentuh hatinya.
“Saya selama ini sering tidak baik sama orang, sering marah-marah sama orang, tapi ketika anak saya meninggal yang datang jumlahnya banyak sekali. Hal itu membuat saya tersentuh, mereka sangat baik pada saya dan keluarga. Mereka jadi seperti saudara sekarang,” kata Sugeng yang diiyakan Rini. (naskah dan foto : rudi ganis)