Kecelakaan di jalan raya saat kelas tiga SMU itu membuat Miftahul Khoiriyah harus kehilangan sebelah kakinya. Sebelah kakinya yang tidak bisa tertolong lagi itu terpaksa harus diamputasi di bawah lutut.
Sedih, Drop, dan patah semangat sempat dialami Miftah, begitu ia biasa disapa. Namun, kehidupan harus terus berjalan dan tidak boleh menyerah dengan cobaan yang diberikan Tuhan. Orang-orang di sekitar berusaha membangkitkan semangatnya kembali. Bahkan, saat kaki bekas amputasi belum kering benar, Sugeng Siswoyudono sempat mendatangi dan menawarkan membuatkan kaki palsu untuknya.
Usai memakai kaki palsu, Miftah terus melanjutkan sekolahnya sampai jadi sarjana pendidikan. Lulus kuliah dan menyandang sarjana pendidikan, Miftah berharap akan bisa menjadi seorang pengajar. Bahkan, menjadi guru honorer pun ia mau menerimanya. Namun, keinginan itu tinggalah keinginan dan tidak ada sekolah yang mau menerimanya menjadi guru.
Ketika keinginannya untuk mengajar seperti guru kebanyakan tidak terpenuhi akibat cacat fisik yang dialaminya, ia malah nekad ingin mendirikan sekolah sendiri. Tak tanggung-tanggung, di tengah keterbatasan dana dan tenaga, ia bercita-cita mendirikan SMP Islam gratis untuk anak-anak tidak mampu yang tinggal di sekitar lingkungannya. Tepatnya, di Desa Beloh, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur.
Miftah mengaku sempat menjadi bahan tertawaan orang-orang yang ada di lingkungannya. Miftah sedang mimpi yang ketinggian, kata mereka yang menertawakan. Mendirikan sekolah kata mereka juga tidak mudah. Harus ada ijin dan yayasan yang menaunginya.
Tapi, mungkin sudah takdirnya seperti itu, jika yayasan lain ijinnya cukup lama, ijin mendirikan sekolah yang diinginkan Miftha tidak lama. Malah proses pendirian yayasan ini tidak mengeluarkan uang sedikit pun. Setelah ijin mendirikan sekolah didapat, bukan berarti semua bisa berjalan dengan baik. Yang terjadi malah tidak ada orangtua yang mau mendaftarkan anaknya untuk sekolah di SMP Islam gratis ini.
“Mereka tidak percaya bahwa sekolah ini gratis. Mereka beralasan bahwa sekolah gratis itu hanya awalnya, nanti setelah masuk pasti ditarik ini dan itu, “ jelas Miftah.
Tak mau menyerah, Miftah bersama suami, orangtuanya, serta beberapa teman akhirnya bergerilya mendatangi rumah para orangtua yang memiliki anak tamatan SD. Pada orang tua murid, mereka mencoba menyakinkan bahwa sekolah ini benar-benar gratis. Mulai dari biaya pendaftaran, uang gedung, SPP, seragam sekolah, buku sekolah, study tour, sampai biaya jika kelak sudah lulus pun akan digratiskan.
Paparan itu tak langsung dipercaya. Namun, setelah berjalan hampir setengah tahun, baru banyak yang percaya bahwa sekolah ini memang benar-benar gratis. Miftah memilih mendirikan SMP dan bukan sekolah setingkat SD, TK, atau PAUD, sebab sekolah itu sudah banyak di lingkungannya. Sehingga sekolah SMP gratis yang ia dirikan, menurutnya, merupakan pilihan yang tepat sebab akan bisa menampung lulusan SD.
Apalagi saat itu banyak lulusan SD dan ingin masuk ke SMP terhadang kendala biaya dan jarak yang jauh.
Karena kiprahnya, Bu Guru Miftah beberapa kali mendapatkan penghargaan, baik dari pihak pemerintah atau swasta. Beberapa televisi swasta, salah satunya Metro TV di acara Kick Andy bahkan beberapa kali mengundangnya.