Miftahul Khoiriyah mengenal Sugeng jauh sebelum terkenal. Dulu, yang berinisiatif bertemu pun Sugeng yang mendengar jika Miftah baru saja mengalami kecelakaan dan membutuhkan kaki palsu. Saat Sugeng mendatangi rumah Miftah, gadis itu belum sembuh dari luka akibat amputasi sebelah kakinya.
“Pak Sugeng menawari membuatkan kaki palsu, tapi karena kaki saya belum sembuh total akhirnya proses pembuatan kaki palsu memakan waktu cukup lama,” cerita Miftah.
Tak melulu urusan kaki palsu, dalam masa trauma usai kecelakaan yang merenggut kaki kiri Miftah itu, Sugeng juga bertindak sebagai seorang kawan yang mampu menghibur dan memberikan semangat. Meski harus diakui Miftah, perkataan Sugeng terkadang terdengar nyelekit dan bikin telinga panas, tapi perempuan ini tidak pernah memasukkan dalam hatinya.
Begitu kaki palsu bikinan Sugeng selesai dan Miftah diminta untuk mencobanya, gadis itu merasa tidak nyaman dan sakit waktu digunakan untuk berjalan. Mendengar keluhan Miftah, Sugeng tersenyum sambil berujar,”Memang enak memakai kaki palsu, yang enak itu memakai kaki asli!”
Ucapan Sugeng,”Memang enak memakai kaki palsu!” itu terus diingat Miftah sampai saat ini. Sugeng dalam ucapannya yang keras, pelan-pelan diakui Miftah sebagai cambuk yang bisa memotivasinya. Lama-lama hubungan Miftah dan Sugeng kian akrab dan merasa ada kecocokan satu sama lain.
Bahkan, saat Miftah yang usai lulus kuliah dan ingin menjadi seorang pengajar tidak mendapatkan tempat di sekolah-sekolah umum, Sugeng yang menyemangati agar tidak menyerah. Sampai akhirnya, ide yang tidak masuk akal muncul di benak Miftah untuk mendirikan sekolah sendiri, Sugeng sangat mendukungnya. Dengan mendirikan sekolah itu Miftah berharap ia bisa mengajar di sekolah itu sesuka hatinya.
“Saya dan suami yang masih setengah ragu-ragu untuk mendirikan sekolah mendatangi Pak Sugeng untuk meminta pendapatnya. Dan, begitu saya selesai mengatakan keinginan saya, Pak Sugeng malah dengan antusias mendukung sekali. Siap laksanakan secepatnya!” begitu ucapan Sugeng yang diingat Miftah waktu itu.
Setelah berpuluh tahun lamanya dan sekolah yang menjadi impian Miftah berdiri, hubungan Miftah dan Sugeng tetap terjalin. Pada waktu-waktu tertentu Miftah dan suami sering mengunjungi Sugeng di markasnya, begitu pula sebaliknya Sugeng juga sesekali berkunjung ke sekolah yang didirikan Miftah bersama suami dan orangtuanya. Jika tidak bisa bertemu langsung karena kesibukannya masing-masing, media sosial sebagai penyambungnya.
“Beliau itu bagi saya sebagai guru, bapak juga teman,” ucap Miftah. Menurut Miftah Sugeng bisa memposisikan dirinya sehingga bisa menjadi semuanya.
Sebagai guru, menurut Miftah Sugeng adalah sosok yang menginspirasi dan memberikan bimbingan serta wejangan-wejangan yang sangat bermanfaat bagi dirinya. Sebagai bapak, Sugeng bisa mengayomi dan sebagai teman Sugeng bisa memberikan motivasi sehingga semangatnya kembali menyala setiap kali menghadapi permasalahan.
***
Miftahul Khoiriyah mengalami kecelakaan saat kelas tiga SMU hingga sebelah kakinya terpaksa diamputasi. Usai memakai kaki palsu, Miftah terus melanjutkan pendidikannya sampai jadi sarjana pendidikan. Ketika keinginannya untuk mengajar seperti guru kebanyakan tidak terpenuhi akibat cacat fisik yang dialaminya, ia malah nekad mendirikan sekolah sendiri.
Tak tanggung-tanggung, di tengah keterbatasan dana dan tenaga, ia mendirikan SMP Islam gratis untuk anak-anak tidak mampu yang tinggal di sekitar lingkungannya. Tepatnya, di Desa Beloh, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur.
“Sekolah ini sudah meluluskan satu angkatan, tahun kemarin,” ucap Miftahul Khoiroyah kepada penulis awal Pebruari 2017. Karena keterbatasan pengajar, gedung, dan tentu saja biaya, sekolah ini tiap tahun hanya menerima satu kelas saja. Karena alasan itu, untuk bisa masuk ke sekolah ini akan diseleksi terlebih dulu.
Miftah menceritakan jika niat mendirikan sekolah, apalagi gratis bukan tampak halangan. Selain kendala pendanaan, lingkungan sekitar pada waktu itu juga kurang mendukungnya. Miftah sempat ditertawakan orang-orang di lingkungannya. Kata mereka, mendirikan sekolah itu tidak mudah. Harus ada ijin dan yayasan yang menaunginya. Tapi, mungkin sudah jalan takdirnya seperti itu, jika yayasan lain ijinnya cukup lama, ijin mendirikan yayasan untuk mendirikan sekolah yang diinginkan Miftha tidak lama. Malah proses pendirian yayasan ini tidak mengeluarkan uang sedikit pun.
Setelah ijin mendirikan sekolah didapat, bukan berarti semua bisa berjalan dengan baik. Yang terjadi malah tidak ada orangtua yang mau mendaftarkan anaknya untuk sekolah di SMP Islam gratis ini. “Mereka tidak percaya bahwa sekolah ini gratis. Mereka beralasan bahwa sekolah gratis itu hanya awalnya, nanti setelah masuk pasti ditarik ini dan itu, “ jelas Miftah.
Tak mau menyerah, Miftah bersama suami, orangtuanya, serta beberapa teman akhirnya bergerilya mendatangi rumah para orangtua yang memiliki anak tamatan SD. Pada orang tua murid, mereka mencoba menyakinkan bahwa sekolah ini benar-benar gratis. Mulai dari biaya pendaftaran, uang gedung, SPP, seragam sekolah, buku sekolah, study tour, sampai biaya jika kelak sudah lulus pun akan digratiskan.
Paparan itu tak langsung dipercaya. Setelah berjalan hampir setengah tahun, baru banyak yang percaya bahwa sekolah ini memang benar-benar gratis. Dari bergerilya itu, akhirnya sekolah Miftah mendapatkan murid sebanyak 23 anak pada awalnya. Dinas pendidikan setempat, yang sempat mengunjungi sekolah ini mengatakan, untuk sekolah yang baru berdiri, mendapatkan murid sebanyak 23 anak sudah cukup bagus. Hal itu semakin membakar semangat Miftah dan suaminya.
Miftah memilih mendirikan SMP dan bukan sekolah setingkat SD, TK, atau PAUD, sebab sekolah itu sudah banyak di lingkungannya. Sehingga sekolah SMP gratis yang ia dirikan, menurutnya, merupakan pilihan yang tepat sebab akan bisa menampung lulusan SD. Apalagi saat itu banyak lulusan SD dan ingin masuk ke SMP terhadang kendala biaya dan jarak yang jauh.
Miftah mengaku, sekolah yang ia dirikan bisa gratis sebab ada donator tetap yang mendukungnya. Tiap tahun dana dari donatur itu semakin meningkat. Karena itu, guru-guru yang pada awalnya hanya sebagai sukarelawan, kini sudah bisa digaji meski tidak sebesar guru-guru di sekolah negeri.
Karena kiprahnya, Bu Guru Miftah beberapa kali mendapatkan penghargaan, baik dari pihak pemerintah atau swasta. Beberapa televisi swasta, salah satunya Metro TV di acara Kick Andy bahkan beberapa kali mengundangnya. (naskah dan foto : rudi ganis)