Pakai Kaki Palsu, Sugeng Taklukan Rute Maraton Majapahit



“Tidak ada kata terbatas fisik, kita semua sama”. Itu lah kalimat yang terlontar dari Sugeng Siswoyudono (55), penyandang disabilitas yang menjadi peserta lomba lari maraton Majapahit 10 K 2017 di Trowulan, Mojokerto, Minggu (21/5/2017). Meski memakai kaki palsu, dia mampu menakhlukkan rute lomba sejauh 9,7 Km.

Saat bendera start diangkat Wakil Bupati Mojokerto Pungkasiadi di Pendopo Agung Trowulan, ribuan pelari serempak berpacu menjadi yang tercepat. Begitu pula Sugeng. Tak mau kalah dengan 1.480 pelari lainnya, dengan susah payah dia mengayunkan kaki kanannya yang menggunakan kaki palsu.

Kecelakaan lalu lintas tahun 1981 silam, membuat kaki kanan pria asal Desa Kauman, Kecamatan Mojosari, Mojokerto ini diamputasi hingga lutut. Meski keringat membasahi sekujur tubuhnya, Sugeng berpacu berusaha secepat mungkin mencapai garis finish.

Sesekali tubuhnya sempoyongan hingga nyaris terjungkal saat mempertahankan keseimbangan kaki palsunya. Meski begitu, dia mampu menuntaskan rute 9,7 Km yang melalui sejumlah situs bersejarah peninggalan Kerajaan Majapahit. Butuh waktu sekitar satu jam bagi Sugeng untuk menakhlukkan rute Majapahit Ten K.

“Pada tiga kilometer pertama mulai terasa kelelahan, makanya saya selingi dengan jalan untuk mengatur nafas,” kata Sugeng kepada wartawan, Minggu (21/5/2017).

Di usianya yang tak lagi muda, Sugeng mengaku tak mudah untuk menyelesaikan rute maraton ini. Terlebih lagi persiapan yang dia lakukan sangat minim. Seminggu sebelum lomba, dia hanya berlatih ketika mempunyai waktu senggang. Maklum saja, dia harus membagi waktu mengurus pembuatan kaki palsu untuk para penyandang disabilitas.

Belum lagi menyiapkan kaki palsu khusus lari yang dia pakai pagi ini. Kaki berbahan fiber dengan pegas sebagai pelenturnya itu merupakan prototype pertama yang dia rancang khusus untuk lari. Oleh sebab itu, sejumlah kekurangan masih dia rasakan.

“Kaki ini tipe L khusus untuk lari, masih banyak kekurangannya, sekoknya (pegas) kurang pas, kejutnya ada bunyi cetak-cetak. Beberapa kali saya hampir jatuh karena ukurannya terlalu tinggi,” ujarnya.

Dengan keterbatasan fisik, menjadi yang tercepat tentunya bukan target yang dipasang Sugeng dalam perlombaan ini. Dia ingin berbagi semangat kepada para penyandang disabilitas agar tak putus asa dalam menjalani kehidupan.

“Bagi saya tak ada kata terbatas, sama saja dengan orang lain, tergantung diri kita sendiri. Kepada saudaraku (penyandang disabilitas) supaya mereka tahu, ini saya ikut lari, mereka harus lebih semangat,” ungkapnya.

Tak hanya menularkan semangat, Sugeng berujar akan menyempurnakan kaki palsu khusus lari buatannya. Dia ingin berbagi kaki palsu gratis kepada para penyandang disabilitas yang mempunyai hobi olahraga lari.

“Kebanyakan kaki palsu untuk lari masih memakai buatan luar negeri yang harganya mencapai puluhan juta. Untuk saudara-saudaraku yang ingin memakai ini akan saya bantu. Dalam waktu dekat dengan Kemenristek Dikti, semoga dibantu eksperimen saya,” tandasnya.

Sesuai dengan namanya, Majapahit Ten K mengambil rute melalui situs-situs purbakala peninggalan Majapahit. Start dari Pendopo Agung Trowulan, para peserta melalui makam Punjer Walisongo, Syekh Jumadil Kubro atau Makam Troloyo, Candi Tikus, Candi Bajangratu, Makam Putri Campa, Makam Panjang, Kolam Segaran, Museum Majapahit dan kembali ke Pendopo Agung. Di rute sepanjang 9,7 Km itu, para pelari juga disuguhi keindahan panorama persawahan yang menyejukkan mata.

Lomba lari maraton kali ini, lanjut Pungkasiadi, diikuti 1.480 peserta. Tediri dari 530 pelari kategori pelajar putra, 500 pelajar putri, 300 pelari kategori umum putra, dan 150 pelari kategori umum putri.

Tak hanya dari Jawa Timur, ribuan peserta datang dari Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, NTT, Yogyakarta, Salatiga, Kudus, hingga Bandung. Bahkan sejumlah atlet lari nasional turut meramaikan perlombaan ini. (naskah dan foto : detikcom)

Post Comment