Membuat kaki palsu, bagi Sugeng dan para pasukannya bukanlah pekerjaan yang rumit. Mereka cuma membutuhkan waktu paling lama 3 jam untuk menyelesaikan sebuah kaki palsu. Bahkan, jika dalam sehari ada pesanan hingga sejumlah 30 kaki palsu, maka hari itu juga Sugeng dan pasukannya pasti sanggup menyelesaikannya.
Tak hanya komponen vital kaki palsu yang memang selalu siap, pasukan Sugeng yang bernaung dalam Than Must Soegenk Mirtha Production juga siap ‘tempur’ 24 jam, kapanpun diperlukan, layaknya pasukan tempur dalam arti yang sesungguhnya. Kapan pun dipanggil, mereka akan siap datang ke medan pertempuran untuk mengeksekusi pembuatan kaki palsu.
Sugeng mengaku tidak kesulitan mencari bahan-bahan untuk membuat kaki palsu karena dia sudah memiliki rekanan yang akan siap setiap saat mengantarkan bahan-bahan yang dibutuhkannya. Sampai saat ini kaki palsu buatan Sugeng dan pasukannya sudah tersebar merata di tanah air dari Sabang hingga Merauke, bahkan juga sudah merambah Malaysia, Brunei Darussalam dan Singapura.
Berkali-kali Sugeng sering mengatakan bahwa membuatkan kaki palsu untuk para penyandang disabilitas yang membutuhkan itu mudah. Yang susah itu adalah mengembalikan mental orang-orang yang kehilangan kaki untuk kembali bersemangat dalam hidupnya. Sebab, tidak sedikit yang malu, merasa tidak berguna, dan masih banyak keluhan yang lain bagi yang telah kehilangan kakinya.
“Masih banyak saudara-saudara saya, bahkan di Mojokerto sendiri, yang kehilangan kakinya dan memilih mengurung diri, menjauhi keramaian, dan setelah bertahun-tahun baru berani datang kepada saya atau mendapatkan laporan untuk mendapatkan kaki palsu. Lho, selama ini mereka kemana saja kok baru ingin mendapatkan kaki palsu,” ujar Sugeng.
Terhadap saudara-saudara yang seperti ini, setelah berkenalan dan sedikit diberi penataran, terkadang mereka bangkit semangatnya. Namun, ada pula satu-dua, yang justru ngambek dan tidak berani balik lagi. Terhadap yang begitu, Sugeng mengatakan bahwa yang seperti itu mentalnya cengeng dan layak diceburkan saja ke sungai.
naskah dan foto : rudianto ganis