Waktu pertama kali merintis pembuatan kaki palsu, Sugeng pernah ikut lomba abilimpik di Bogor, Jawa Barat. Untuk bisa berangkat, ia pun mendapatkan bantuan dari dinas terkait di Mojokerto pada waktu itu.
Di lomba tersebut, dengan peralatan sederhana, Sugeng menunjukkan keahliannya membuat kaki palsu. Singkat cerita, ia meraih juara 2 di abilimpik itu. Seandainya, kaki palsu buatannya dilengkapi tali pengikat, mungkin ia akan menjadi juara 1. Tidak memenuhi standard keselamatan itu kekurangan kaki palsu hasil karya Sugeng, hingga ia hanya meraih juara 2.
“Kekurangan kaki palsu saya pada waktu itu adalah tidak adanya tali pengikat. Katanya itu bisa membahayakan keselamatan pemakainya. Lha, menurut saya orang yang tidak punya kaki itu tidak butuh tali untuk keselamatan, yang dibutuhkan itu kaki palsu untuk membangkitkan semangatnya,” pungkas Sugeng dalam beberapa kali kesempatan.
Saat ini, meski kaki palsu karyanya tidak memakai pengikat, Sugeng sesekali masih memenuhi permintaan pasien yang ingin kaki palsunya ada talinya, khususnya yang diamputasi di atas lutut. Soal tali pengikat di kaki palsu ini, Sugeng sering menyindir orang-orang yang meminta diberi tali dengan mengatakan, diikat biar tidak lepas seperti kambing.
Lelaki kelahiran Baturaja, Sumatera Selatan, 3 Juni 1062, yang kini bermukin di Kauman Gang III, Mojosari, Kabupaten Mojokerto, mengaku dengan terus terang jika kaki palsunya jelek. Namun, soal kepraktisan, ringan, dan harganya terjangkau untuk kalangan menengah bawah bisa diaduh dengan produk lain.
Dibandingkan kaki palsu yang ada di pasaran, kaki palsu buatan Sugeng memang lebih nyaman dan lebih murah. Selain lebih enteng, kaki palsu buatan Komendan juga lebih mendekati gerakan kaki seperti aslinya, sebab di bagian tungkai ada pear yang bisa memungkian telapak kaki bergerak dinamis jika menginjak jalan yang tidak rata.
Bagi yang ingin tetap terlihat tampil gaul, kaki palsu ini bisa dicuci dengan air beras alias air brush. (naskah dan foto : rudianto ganis)